Ramadan, bulan suci umat Islam yang penuh berkah dan ampunan, telah berlalu. Namun, semangat dan pelajaran yang diperoleh selama Ramadan harus terus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu konsep yang dapat menjadi pedoman adalah TEMANEMAS, yang merupakan akronim dari TEladan, seMANgat, EMpati, dan cerdAS. Bagaimana implementasi TEMANEMAS dapat membawa dampak positif pasca Ramadan?
1. TEladan (Teladan)
Selama Ramadan, umat Islam diajak untuk menjadi teladan bagi orang lain dalam beribadah dan perilaku. Setelah Ramadan berakhir, penting untuk terus menjadi teladan baik dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mencakup rajin beribadah, memperlihatkan sikap yang baik, dan memberikan inspirasi bagi orang lain untuk berbuat kebaikan.
Sebagai sebuah insan yang telah menjalankan proses ramadan 1 bulan penuh lamanya, kita juga harus mampu menjadi teladan bagi orang lain dalam beribadah, seperti halnya rutin menjalankan ibadah di masjid bukan saja pada waktu Ramadhan, namun pergi lah ke masjid setiap waktu. selain itu kita juga harus memberikan teladan yang baik terhadap orang lain sebagaimana nabi Muhammad SAW menjadi tauladan bagi umatnya, seperti yang dijelaskan dalam surat Al- Ahzaab ayat 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. Al-Ahzaab: 21].
sudah jelas sekali bahwa Rasulullah merupakan suri tauladan dan juga yang sangat sempurna bagi kaum muslimin. Untuk itulah sebagai seorang muslim kita pun wajib menjadikan beliau sebagai panutan utama. Ramadan yang telah berlalu mari kita terus meningkatkan keteladan dalam perkataan,sikap maupun prilaku.
2. seMANgat (Semangat)
Semangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari adalah kunci kesuksesan. Ramadan mengajarkan pentingnya semangat dalam beribadah dan berjuang. Pasca Ramadan, kita perlu mempertahankan semangat tersebut dalam menjalani tugas-tugas kita, mengejar cita-cita, dan menghadapi segala tantangan dengan penuh semangat.
“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah,” (HR. Muslim). “Artinya kekuatan tidak ada gunanya jika seorang mukmin tidak memiliki semangat. Karena semangatlah yang membuat orang lemah menjadi kuat. Orang sakit menjadi lebih cepat sembuh. Semangatlah membuat orang terpuruk menjadi bangkit,”
Fenomena seperti ini sudah terlihat jelas di kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang terlahir dari keluarga biasa tapi ia lebih berprestasi daripada ia yang terlahir dari keluarga kaya. Golongan kurang mampu lebih berhasil daripada orang yang dari keluarga berkecukupan. Tentu, semua itu terjadi karena semangat di dalam dirinya.
Abdurrahman bin Auf dikenal sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW yang memiliki keahlian dalam berbisnis. Kebaikannya dikenal oleh para sahabat lewat sifat kedermawanannya. Usianya 10 tahun lebih muda dari Nabi SAW. Dirinya ikut berjuang di jalan Allah berbekal harta dan semangat jiwa. Beliau termasuk orang kedelapan yang masuk Islam. Abdurrahman bin Auf terkenal sebagai pedagang yang sukses. Ia juga dikenal dengan kekayaannya karena selalu menyumbangkan harta demi menegakkan agama Allah SWT.
Menjadikan nilai Semangat dalam ibadah, bukan saja pada waktu ramadan dengan pahala yang besar di janjikan oleh allah,iktikaf dan lainnya, namun sesudah ramadhan tetap menjaga semangat dalam beribadah.
3. EMpati (Empati)
Salah satu sikap terpuji dalam Islam adalah empati. Sikap ini perlu ditanamkan sejak kecil. Sifat empati merupakan kemampuan seseorang untuk menyadari perasaan, kepentingan, kehendak, masalah, atau kesusahan yang dirasakan orang lain. Singkatnya, empati adalah ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam Islam, konsep empati berkaitan dengan tasamuh, toleransi, atau tenggang rasa. Empati merupakan sikap terpuji yang sepatutnya dimiliki oleh setiap orang. Di antara sikap yang dapat menumbuhkan empati adalah saling tolong-menolong atau bekerjasama dalam hal kebaikan.
Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat 2 sebagai berikut,
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ…
Artinya: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah: 2).
Sikap emapti ini juga menjadi salah satu ajaran Rasulullah SAW. Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
“Perumpamaan orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya juga akan merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayatnya yang lain, Imam Bukhari menyebutkan, perumpamaan seorang muslim dengan muslim lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan. Hadits ini bersumber dari Abu Musa ra.
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ آِلهِ وَ سَلَّمَ : اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
‘an abii Muusa RA. Qaala : Qaala rasuulullah saw. (Al Mukminu lilmukmini kalbunyaani yasyuddu ba’dhuhu ba’dhon.
Artinya: “Dari Abu Musa ra, Rasulullah SAW bersabda “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang satu sama lain saling menguatkan.” (HR. Bukhari).
Salah satu nilai yang paling penting ini juga diajarkan dalam Ramadan yaitu empati, dimana kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan serta kebutuhan orang lain. Pasca Ramadan, penting untuk tetap menjaga sikap empati ini dalam hubungan dengan sesama. Menunjukkan empati dalam tindakan-tindakan kecil seperti tolong-menolong dan mendengarkan dengan penuh perhatian dapat membawa dampak besar dalam mempererat hubungan sosial.
4. cerdAS (Cerdas)
Siapakah orang cerdas menurut tuntunan Islam? Orang cerdas adalah orang yang masih mau menggunakan hati nuraninya, di saat kezaliman mendominasi kehidupan manusia. Orang yang cerdas adalah orang yang memiliki nalar dan sikap kritis terhadap segala bentuk ketimpangan dan kezaliman sosial. Dalam salah satu kitabnya yang terkenal, al-I’thisham (hlm 206), Imam asy-Syatibhi (w 790 H) mengutip sebuah riwayat yang juga disampaikan Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, ad-Dur al-Mantsur (jilid 6, hlm 177). ”Dari Ibnu Mas’ud RA, katanya, ‘Rasulullah SAW telah bersabda kepadaku, tahukah kamu, siapakah orang yang paling cerdas itu?’ Maka kujawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasul menjelaskan, ‘Orang yang paling cerdas adalah orang yang paling awas melihat kebenaran di kala manusia gemar berselisih paham, meskipun amal perbuatannya minim, meskipun ia hanya bisa merangkak di atas kedua tumit kakinya. Masyarakat bani Israil terpecah ke dalam 72 kelompok. Tiga dari sekian banyak kelompok itu akan selamat, sedangkan sisanya akan celaka’.”
Abdullah bin Abbas Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma (wafat 68 H/687 M) adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW sekaligus saudara sepupunya. Nama Ibnu Abbas dipakai untuk membedakannya dari Abdullah yang lain. Beliau dikenal sebagai sahabat yang sangat cerdas dan berpengetahuan luas. Banyak hadis diriwayatkan melalui Ibnu Abbas. Ibnu Abbas serupa dengan Ibnu Zubair, orang yang bergaul dengan Rasulullah SAW selagi masih kecil. Rasulullah SAW wafat, usia Ibnu Abbas belum 13 tahun. Pada usai itu beliau telah mencapai kedudukan tinggi di lingkungan tokoh-tokoh sekeliling Rasulullah. Ibnu Abbas digelari “Kiyai Ummat” karena otaknya yang cerdas, hatinya yang mulia dan pengetahuannya yang luas. Dari kecil Ibnu Abbbas telah mengetahui jalan hidup yang akan ditempuhnya. Ketika masih kecil, Rasulullah SAW pernah menepuk-nepuk bahunya sembari mendoakannya: “Ya Allah, berilah ia ilmu Agama yang mendalam dan ajarkanlah kepadanya takwil.” Ketika masih kecil, Ibnu Abbas tak pernah absen dalam majelis Rasulullah dan menghafalkan apa yang diucapkannya. Setelah kepergian Rasulullah, Ibnu Abbas mendalami ilmu dari para sahabat Rasul yang pertama, apa-apa yang luput didengar dan dipelajarinya dari Rasulullah SAW sendiri. Ibnu Abbas tidak cuma memiliki kekayaan besar dalam ilmu pengetahuan, ia memiliki pula kekayaan yang lebih besar yakni etika ilmu dan akhlak. Ibnu Abbas mengambil 3 perkara dan meninggalkan 3 perkara, yaitu menarik hati pendengar apabila berbicara, memperhatikan setiap ucapan pembicara, memilih yang teringan apabila memutuskan perkara. Beliau menjauhi sifat mengambil muka, menjauhi orang-orang yang rendah budi dan menjauhi setiap perbuatan dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أَفْضَلُ المُؤْمِنِينَ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَ أَكْيَسُهُمْ أَكْثَرُهُم لِلمَوتِ ذِكْرًا وَ أَحْسَنُهُم لَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ
“Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang mukmin yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk menghadapi kematian.
Keberhasilan dalam kehidupan juga membutuhkan kecerdasan, baik itu kecerdasan intelektual maupun emosional. Ramadan mengajarkan pentingnya menggunakan akal sehat dan nalar dalam setiap tindakan kita. Implementasi cerdAS pasca Ramadan melibatkan pengambilan keputusan yang bijaksana, penyelesaian masalah dengan tepat, dan peningkatan pengetahuan serta keterampilan.
Dengan mengimplementasikan konsep TEMANEMAS pasca Ramadan, umat Islam diharapkan dapat terus menjaga semangat ibadah dan kebaikan, menjalani kehidupan dengan penuh empati dan kecerdasan, serta menjadi teladan bagi lingkungan sekitar. Hal ini akan membawa dampak positif bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan umat Islam secara keseluruhan. (Afrizen)