Oleh Dr. H. Afrizen, S.Ag., M.Pd. Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Padang
Penyelenggaraan ibadah haji oleh Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) setiap tahunnya terus menunjukkan peningkatan kualitas yang signifikan. Berkat adanya berbagai inovasi dan solusi kebijakan yang selalu mendahulukan kepentingan jamaah, pelaksanaan haji semakin baik. Salah satu kebijakan terbaru yang patut mendapat perhatian adalah kebijakan Murur, yang diterapkan bagi jamaah haji saat melintas menuju Muzhdalifah.
Secara etimologis, Murur berarti “melintas”. Kebijakan ini bukan keputusan sepihak dari Kemenag RI, tetapi hasil musyawarah bersama dengan unsur Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan ormas Islam lainnya. Kebijakan ini sangat sejalan dengan prinsip hukum Islam yang menekankan pentingnya memelihara jiwa manusia (hifzh al-nafs). Dalam Islam, meskipun beribadah untuk mendapatkan pahala sebanyak mungkin dianjurkan, menjaga keselamatan jiwa adalah prioritas utama.
Penerapan kebijakan Murur dianggap sangat tepat untuk menghindari risiko fatal seperti terinjak-injak akibat kerumunan jamaah yang berdesak-desakan. Ditambah dengan rendahnya kadar oksigen di sekitar Muzhdalifah yang dapat berakibat fatal, kebijakan ini menjadi solusi yang efektif. Kebijakan ini juga sejalan dengan kaidah ushul, “dar’ul mafaasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih” yang berarti menolak kemudharatan lebih diutamakan daripada meraih kemaslahatan.
Dasar fiqih dari kebijakan ini adalah kaidah “al-muhafazhatu ‘ala qadim al-shalih wal akhdu bi al-jadid al-ashlah” yang berarti mempertahankan kebijakan lama yang baik dan menerapkan kebijakan baru yang lebih baik. Kebijakan Murur sudah memiliki dasar hukum yang jelas dari segi fiqih.
Pelaksanaan Murur dilakukan dengan cara jamaah menetap di dalam bus saat berada di Muzhdalifah dan berniat untuk mabit, kemudian melanjutkan perjalanan menuju Mina tanpa perlu turun dari bus. Kebijakan ini mempertimbangkan faktor cuaca yang dapat mempengaruhi kesehatan jamaah dan berbagai risiko lainnya. Kebijakan ini juga dinilai tidak melanggar ketentuan ibadah haji, sehingga jamaah tidak perlu membayar dam (denda) karena hukumnya dibolehkan dan tidak merusak pahala haji.
Manfaat dari kebijakan ini sangat signifikan, termasuk peningkatan ketertiban dan kenyamanan jamaah, pengurangan kelelahan yang dapat berakibat fatal, asupan oksigen yang memadai, kelancaran mobilisasi jamaah, serta kemudahan dalam pengorganisasian dan koordinasi oleh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Secara keseluruhan, kebijakan ini sangat membantu jamaah haji lansia dan disabilitas, menjawab dengan tegas tagline bahwa penyelenggaraan haji oleh Kemenag RI adalah ramah lansia dan disabilitas.
Tahun 2024, Kemenag mengeluarkan kebijakan baru terkait pelaksanaan haji, yaitu Murur selama mabit (menginap) di Muzdalifah untuk sekitar 55 ribu jamaah haji yang berisiko tinggi, lansia, dan disabilitas. Praktik kebijakan ini dilakukan dengan cara jamaah bermalam di dalam bus saat berada atau melintas di Muzhdalifah, kemudian bus membawa mereka langsung ke Mina.
Kebijakan ini sesuai dengan Maqashid al-Syariah, yaitu Hifz al-Nafs, untuk menghindari bahaya dan menjaga keselamatan jamaah. Kebijakan Murur yang diterapkan Kemenag pada musim haji 2024 membuat jamaah lanjut usia, disabilitas, dan berisiko tinggi tidak terlalu mengalami kelelahan yang dapat memperburuk kondisi kesehatan mereka. Ibadah haji tetap sah tanpa perlu membayar dam, berdasarkan keputusan musyawarah PBNU, fatwa MUI, dan ormas Islam lainnya. Pada saat pelaksanaan, PPIH melibatkan pendamping, termasuk para petugas kloter.
Skema Murur merupakan inovasi kebijakan baru yang pertama kali diterapkan bagi jamaah haji Indonesia. Kebijakan ini mengacu pada kaidah “Al-Muhafadhatu ‘Ala Qadim al-Shalih wal Akhdu bi al-Jadid al-Ashlah” yang berarti mempertahankan kebijakan lama yang baik dan menerapkan kebijakan baru yang lebih baik. Kebijakan Kemenag RI ini sangat brilian dan patut diapresiasi karena mengantisipasi hal-hal yang dapat membahayakan jiwa, memberikan kemudahan dalam beribadah tanpa mengubah ketentuan inti ibadah, menjaga ibadah tetap sah dan tidak bertentangan dengan dasar dan kaidah umum syariat Islam.
Kebijakan Murur yang diterapkan Kemenag RI pada musim haji 2024 ini sesuai dengan tagline “Haji Ramah Lansia”. Kebijakan ini terbukti berdampak positif, jamaah lansia, disabilitas, dan berisiko tinggi tidak terlalu mengalami kelelahan, dan pos kesehatan Mina juga tidak banyak dipenuhi jamaah yang sakit. Selanjutnya dari data yang didapat dilapangan bahwa Hingga hari ke-75 operasional haji, jumlah jamaah yang meninggal di Tanah Suci sebanyak 461 orang yang mana turun dari tahun sebelumnya mencapai 773 orang jemaah meninggal dunia. Hal ini menandakan kesukseskan penyelenggaraan haji tahun ini berkat adanya kebijakan dan inovasi yang lahir seperti Murur.
Sebagai Kepala Sektor 3 Makkah pada penyelenggaraan haji tahun 1445 Hijriyah ini, saya memiliki pengalaman langsung dalam mengelola jamaah haji dan memahami tantangan yang mereka hadapi, terutama jamaah lansia dan disabilitas. Saya melihat sendiri bagaimana kebijakan Murur memberikan dampak positif yang besar. Ketika bertugas di Makkah, saya menyaksikan betapa sulitnya kondisi di Muzhdalifah, terutama bagi jamaah yang memiliki keterbatasan fisik. Kepadatan dan kondisi cuaca yang ekstrim seringkali menjadi tantangan berat.
Dengan kebijakan Murur, jamaah dapat menghindari risiko berdesak-desakan dan terinjak-injak. Mereka dapat tetap berada di dalam bus yang lebih nyaman dan aman, mengurangi risiko kelelahan dan masalah kesehatan lainnya. Inovasi ini tidak hanya memberikan kemudahan, tetapi juga memastikan keselamatan dan kenyamanan jamaah, sehingga mereka dapat melaksanakan ibadah haji dengan lebih tenang dan khusyuk.
Saya merasa bangga dengan langkah yang diambil Kemenag RI. Kebijakan ini menunjukkan bahwa kita selalu berusaha mencari solusi terbaik untuk memfasilitasi ibadah haji, khususnya bagi mereka yang membutuhkan perhatian lebih. Kebijakan Murur adalah salah satu bukti bahwa Kemenag RI terus berinovasi demi kemaslahatan jamaah, menjadikan haji sebagai ibadah yang inklusif dan ramah untuk semua golongan, terutama lansia dan disabilitas.