Di sudut Balai Gadang, Koto Tangah, Kota Padang, hidup seorang perempuan yang membuktikan bahwa keikhlasan bisa menjadi jalan menuju impian tertinggi umat Islam: Tanah Suci Makkah. Namanya Hayatul Zainit, 52 tahun. Profesi sehari-harinya adalah terapis urat saraf. Namun siapa sangka, dari profesi ini, ia justru berhasil mengantarkannya menjadi jemaah haji kloter 5 Embarkasi Padang tahun ini.
Pekerjaannya sebagai terapis urat saraf bukan profesi yang gemerlap. Ia tidak pernah mematok tarif. Semua pasien yang datang ke rumahnya hanya diminta memberikan upah seikhlasnya. Namun, dari tangan-tangan ikhlas itulah, Hayatul Zainit mampu menyekolahkan kelima anak perempuannya, bahkan kini ada yang berkuliah di Pulau Jawa.
Sehari-hari, rumahnya menjadi tempat perawatan alternatif bagi warga sekitar dan pasien yang mengalami gangguan saraf, penyakit gula, bahkan gangguan kesehatan jiwa. Beberapa pasien bahkan dirawat inap di rumahnya. Tak jarang, ia juga merangkap sebagai perawat dan ibu asuh bagi mereka yang datang mencari kesembuhan.
Kisah Hayatul bukan sekadar perjuangan mencari nafkah. Ia adalah potret keteguhan seorang ibu tunggal yang memilih jalan kesabaran dan keikhlasan sebagai pedoman hidup. Sejak tahun 2012, ia telah mendaftarkan diri untuk berangkat haji, bahkan saat itu ia belum memiliki rumah sendiri. “Uang yang ada, sedikit-sedikit saya tabung. Saya bilang ke anak-anak, Ibu mau daftar haji dulu, semoga nanti rumah bisa menyusul,” kisahnya dengan mata berbinar.
Langkahnya sering kali disambut cibiran dan banyak hal pahit yang ia lalui. Namun, ia bergeming. Baginya, ibadah adalah prioritas. Ia yakin, rezeki dari Allah tidak pernah salah alamat. Dengan menabung dari upah seikhlasnya, ia terus menyisihkan rupiah demi rupiah, hingga akhirnya daftar tunggunya dipanggil setelah 13 tahun.
Ketika berbicara tentang perjuangannya, Hayatul menyebut semuanya adalah anugerah dan jalan dari Allah. Ia tidak pernah menduga akan bisa sampai ke tanah suci. “Anak saya lima, saya sendiri, kerja cuma jadi tukang terapis urat saraf. Tapi Allah kasih jalan. Nggak bisa diceritakan rasanya,” ungkapnya sambil menahan haru.
Bagi Hayatul, setiap peluh yang diteteskan untuk membantu orang lain adalah bagian dari ibadah. Ia percaya bahwa setiap yang ia lakukan dengan niat membantu sesama akan kembali kepadanya dalam bentuk keberkahan. Keyakinan itulah yang membuatnya tak pernah berhitung soal upah.
Kini, saat ia berada di Asrama Haji Padang dan bersiap menapaki tanah suci, ingatannya melayang pada masa-masa sulit saat membesarkan anak-anaknya sendirian. Namun, Hayatul selalu bersyukur. Ia menyebut anak-anaknya sebagai penyemangat utama. “Mereka selalu mendukung, mereka yang bilang, ‘Ibu, pergilah haji,” tuturnya. Keteguhan hati itu menjadi cahaya yang membimbing langkahnya hingga kini.
Ketika tiba di Asrama Haji Embarkasi Padang, Hayatul mengaku takjub dengan pelayanan yang diterimanya. “Luar biasa. Petugasnya ramah, telaten. Saya merasa dimuliakan,” katanya. Ia merasa seakan semua lelahnya terbayar tuntas. Dari ruang makan hingga kamar penginapan, semuanya membuatnya nyaman dan damai.
Ia merasa disambut bukan sebagai tamu biasa, melainkan sebagai tamu Allah yang benar-benar dihargai. “Saya senang masuk aula, senang juga saat makan bersama, petugasnya sopan dan perhatian. Rasanya seperti pulang ke rumah yang penuh cinta,” ujarnya.
Bagi Hayatul, semua ini bukan semata perjalanan fisik, tetapi juga spiritual. Setiap langkah menuju Makkah adalah bentuk syukur dan ketundukan atas perjalanan hidup yang panjang. Ia ingin menjadikan ibadah haji ini sebagai bentuk pengabdian terbaiknya kepada Allah SWT.
Hayatul Zainit bukan hanya seorang terapis urat saraf. Ia adalah simbol dari ketabahan, keikhlasan, dan keteguhan seorang perempuan dalam meniti jalan Allah. Dari rumah sederhana di Balai Gadang, kini ia menuju Baitullah, membawa harapan dan cinta yang tak ternilai harganya.
Ia mengajarkan bahwa upah seikhlasnya, bila dikerjakan dengan hati tulus, bisa menjadi bekal menuju surga. Perjalanan hajinya adalah bukti nyata bahwa balasan tak terkira akan datang kepada siapa pun yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup.
Kisah Hayatul Zainit adalah kisah kita semua — tentang harapan, perjuangan, dan keyakinan bahwa kebaikan akan selalu menemukan jalannya. (HumPro)