Langkah Bundo Kanduang di Tanah Suci: Asnidar, Pimpin Kloter 14 Embarkasi Padang

Di tengah hiruk-pikuk persiapan haji 2025, sebuah kisah menginspirasi lahir dari sosok perempuan tangguh bernama Asnidar. Perempuan berusia 52 tahun ini adalah staf di Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Kota Padang yang berhasil memecah dominasi lelaki dalam kepemimpinan kloter. Ia terpilih sebagai satu-satunya Ketua Kloter perempuan di Embarkasi Padang, tepatnya memimpin Kloter 14 yang beranggotakan 422 jemaah dari Kota Padang.

Keberhasilannya bukan tanpa cerita. Asnidar sempat diliputi keraguan saat hendak mendaftar sebagai Ketua Kloter. Ia tahu benar bahwa formasi ini mayoritas diisi oleh laki-laki. Namun, dorongan dari sang suami menjadi titik balik keputusannya. “Di Jawa sudah banyak perempuan yang jadi Ketua Kloter. Kenapa tidak di Padang?” ujar sang suami yang memberinya kekuatan untuk melangkah.

Dengan keyakinan yang menguat, Asnidar memberanikan diri mengikuti seleksi yang ketat. Dan, ia membuktikan bahwa kemampuan dan integritas tidak mengenal gender. Ibu tiga anak ini berhasil lolos dan mengukir sejarah sebagai perempuan yang pernah memimpin jemaah di kloter pada Embarkasi Padang sebagai Ketua Kloter.

Motivasi Asnidar tak sekadar ingin membuktikan bahwa perempuan bisa memimpin. Lebih dari itu, ia melihat pentingnya keberadaan petugas perempuan dalam pelayanan ibadah haji. “Sebagian perempuan merasa malu menyampaikan kondisi pribadinya saat ibadah. Dengan adanya petugas perempuan, hal itu bisa lebih nyaman,” tuturnya penuh keyakinan.

Ia menyoroti pula bahwa di institusi Kementerian Agama, kepemimpinan perempuan bukan lagi hal baru. “Kita lihat saja UIN Imam Bonjol dan UIN Bukittinggi, dua-duanya dipimpin rektor perempuan. Saya merasa perempuan sudah seharusnya mengambil peran yang lebih besar,” tambahnya.

Saat mengikuti tahap kedua seleksi, Asnidar sempat merasa terkejut karena ada tiga kandidat perempuan lain yang juga mendaftar. Namun setelah seleksi tahap akhir, hanya namanya yang tersisa. Ia bersyukur, tapi juga merasa bahwa tanggung jawab besar kini berada di pundaknya.

Menjelang keberangkatan Kloter 14, Asnidar bersama tim terus memperkuat koordinasi. Timnya terdiri dari petugas kloter, petugas PHD, Petugas Kesehatan, ketua rombongan, dan ketua regu. Semua bekerja sebagai satu kesatuan yang kompak agar pelayanan terhadap jemaah berjalan maksimal.

Tantangan besar juga dihadapinya sebagai pionir. Sangat jarang ada perempuan menjadi Ketua Kloter di Sumbar. Tapi Asnidar menjadikan ini sebagai semangat untuk menunjukkan bahwa perempuan juga bisa memberikan pelayanan terbaik kepada jemaah haji.

Berbekal pengalamannya sehari-hari melayani jemaah di Kemenag Kota Padang, Asnidar merasa mantap melangkah. Ia memahami ritme pelayanan haji dan kebutuhan jemaah, terutama para lansia yang jumlahnya cukup besar di Kloter 14.

Tercatat ada 121 jemaah lansia, dengan 29 di antaranya menggunakan kursi roda. Meski tidak semua membawa pendamping, Asnidar menyiapkan strategi dengan memperkuat peran ketua rombongan dan ketua regu, serta mendorong jemaah untuk saling membantu. “Menolong itu juga ibadah,” katanya lembut.

Namun, meninggalkan keluarga bukan hal mudah bagi Asnidar. Sebagai ibu, ia merasa berat meninggalkan anak-anaknya. Tapi tugas negara memanggil. Suami dan anak-anaknya memberikan restu dan dukungan penuh. “Kami sudah siap lahir batin,” kata suaminya saat melepas keberangkatan.

Kepada jemaah Kloter 14, Asnidar menitip pesan agar menjaga kesehatan fisik dan mental. Pasalnya, kloter ini masuk dalam gelombang kedua yang langsung melaksanakan umrah wajib setiba di Tanah Suci, disusul puncak ibadah haji. “Jaga kebugaran dan saling membantu sesama jemaah,” pesannya.

Ia juga berharap suasana kekeluargaan bisa terus dijaga di antara jemaah. Menurutnya, ibadah akan lebih khusyuk jika dilandasi dengan semangat gotong royong dan saling tolong-menolong, apalagi dalam kondisi fisik yang rentan dan lingkungan yang berbeda.

Sebagai seorang ibu, Asnidar tak lupa mengirim pesan khusus kepada keluarga tercinta. Ia meminta doa dari suami dan anak-anaknya agar diberi kelancaran dalam bertugas. Suaranya bergetar saat menyebut harapan kecilnya: “Mudah-mudahan suatu hari nanti, saya bisa berhaji lagi bersama suami dan anak-anak saya.”

Kisah Asnidar bukan hanya tentang menembus batas gender, tapi juga tentang dedikasi, cinta pada tugas, dan kekuatan doa. Sosoknya menjadi representasi nyata bahwa perempuan Minangkabau tak hanya mampu mengayomi rumah tangga, tapi juga sanggup memimpin dalam pelayanan ibadah umat.

Ia adalah Bundo Kanduang yang tidak hanya hadir dalam simbol budaya, tapi menjelma dalam tindakan nyata di arena pengabdian. Kepemimpinannya di kloter haji adalah bukti bahwa semangat perempuan bisa membawa perubahan—bahkan dalam ibadah yang sangat sakral sekalipun.

Dan kini, dari Tanah Minang menuju Tanah Suci, Asnidar melangkah dengan tekad dan doa. Ia tidak sekadar membawa nama Kemenag Padang atau Provinsi Sumatera Barat, tapi juga membawa semangat baru bagi perempuan Indonesia: bahwa kepemimpinan adalah hak semua, selama ada kemauan dan kemampuan. (HumPro)

Read Previous

Wakaban Tinjau Layanan Asrama Haji Padang, Dorong Pengadaan Mockup Pesawat untuk Manasik

Read Next

Layani 15 Kloter, Dr. H. Afrizen Sampaikan Apresiasi kepada Seluruh Petugas

Open Chat WhatsApps
Klik, Untuk Chat Langsung
WhatsApps
Hallo, untuk pemesanan kamar dapat langsung menghubungi kami dengan cara mengklik "Open Chat WhatsApps" dibawah